Beberapa waktu yang lalu, suami saya
di tugaskan di tempat ini. Sebuah tempat yang sebelumnya sama sekali tak
pernah terbayangkan kalau kami akan berada di sana dan melahirkan
ketiga anak kami tercinta di tempat ini. Kala itu tempat ini masih sulit
di jangkau..., jalan dari Bengkulu ke kota Manna belum di aspal, baru
ada pengerasan saja. Bayangkan saja bila di lewati dalam keadaan hujan.
Benar benar suatu perjalanan yang melelahkan. Belum lagi perjalanan dari
kota Manna ke Kedurang. Jalannya masih rusak dan banyak lubang-lubang
di sana sini. Di tambah lagi keadaan sekolah yang di temui.. gedung baru
namun lantainya miring di sana sini, terkesan sebuah proyek yang
katanya bantuan dana Jepang namun di kelola asal-asalan. Pada waktu itu
SMA Negerinya masih bernama SMA N 4 MANNA, masih menginduk di SMA 1
MANNA, dan muridnya baru kelas satu saja. Guru tetap yang baru ada pun
baru 4 orang, yaitu rombongan suami saya dan kawan-kawan yang mengikuti
program ikatan dinas dari IPB. Jadinya suami saya termasuk salah satu
dari perintis sekolah ini. Setengah tahun kemudian, saya mulai ikut
suami di tempat ini. Untuk sementara kami tinggal di kota Manna sambil
menunggu kelahiran anak pertama saya, sementara sekolah sudah berdiri
sendiri di Kedurang. Akibatnya suami saya harus menempuh perjalanan
Manna - Kedurang pp yang sangat melelahkan. Setelah anak pertama saya
lahir, akhirnya saya dan suami memutuskan untuk belajar tinggal di
Kedurang. Belajar hidup tanpa listrik, belajar hidup menimba air sumur
bahkan harus pergi ke sungai bila ada sesuatu. Suatu hal yang
benar-benar belum pernah saya lakukan ketika masih tinggal di Jakarta.
Kedurang kala itu murid-muridnya masih banyak yang nakal-nakal, apa
lagi dengan budaya di sana yang bagi mereka adalah hal biasa untuk
membawa Kuduk ( Pisau ) atau Parang ke mana-mana. Kebiasaan yang bagi
kami masih menimbulkan rasa takut bila berada bersama mereka. Terlebih
lagi waktu angkatan pertama ada satu orang yang tidak lulus dan suami
saya adalah wali kelasnya. Anak itu hampir mengamuk dan mengancam suami
saya dengan kuduk ( pisau )nya, padahal sudah ada larangan membawa
pakaian ( istilah mereka jika membawa kuduk ) ke sekolah. Bayangkan...,
begitu khawatir dan cemasnya saya saat itu. Hanya karena pertolongan
Allak SWT lah, suami saya akhirnya mampu menenangkan dan menyadarkan
anak itu. Akhirnya dia menangis...., menangis menyesali semuanya karena
sebenarnya sudah banyak perhatian suami saya yang diberikan kepadanya
agar ia masih bisa tetap belajar dan bersekolah walaupun dengan berbagai
permasalahan yang di hadapinya.
Kedurang ini benar-benar indah bagi saya, pemandangan alamnya yang
masih asri dengan air kedurangnya yang mengalir cukup deras, sawah -
sawah yang terhampar hijau. Dan pepohonan yang masih teduh membuat saya
bisa sedikit demi sedikit melupakan kesulitan - kesulitan yang saya
hadapi di tempat ini. Perlahan - lahan saya mulai menyatu dan mencintai
tempat ini. Melalui persaudaraan dengan penduduk setempat, sedikit demi
sedikit saya mulai mengenal sejarah dan budayanya.
PANTAI MUARA KEDURANG YANG INDAH
Pantai Muara Kedurang merupakan salah satu tempat yang menjadi obyek
wisata di daerah Bengkulu Selatan. Letaknya persis di jalur simpang tiga
antara Kota Manna, Jalur lintas barat Sumatera ( arah Padang Guci ) dan
wilayah Kedurang. Tempat ini sangat ramai di kunjungi oleh muda-mudi
terutama yang tinggal di sekitar kabupaten Bengkulu Selatan terutama
pada hari minggu dan hari raya besar seperti Idul Fitri dan Idul Adha.
Usai bermaaf- maafan dengan orang tua dan keluarga biasanya tempat ini
menjadi salah satu tujuan untuk mengisi hari libur mereka. Tak jarang
juga tempat ini menjadi salah satu tujuan untuk mengisi acara perpisahan
kelas. Sambil berkemah, para murid-murid bisa menjalin suasana
kekeluargaan dengan para guru dan teman-temannya. Namun jangan heran...,
bila kita tidak hati-hati berada di pantainya, kita bisa terbawa arus
dan hanyut karena air sungai kedurang mengalir sangat deras dan ombak
pantai muaranya cukup besar . Sudah cukup banyak pantai ini menelan korban manusia karena arus sungai di muaranya cukup deras itu
GUA SARANG BURUNG WALLET YANG BERNAMA GUA SULUMAN
Gua Suluman juga merupakan salah satu tempat objek wisata di Kedurang,
letaknya persis di hulu sungai Kedurang, tepatnya di Desa Batu Ampar.
Tempat ini baru dapat di capai setelah separuh perjalanannya kita lalui
dengan angkutan umum sampai desa Palak Siring kemudian dianjutkan dengan
berjalan kaki menuju desa Batu Ampar. Banyak hal yang dapat di lihat di
sini. Pemandangannya yang indah, guanya yang unik dengan sarang burung
walletnya, juga ikan - ikannya. Bila di hilir sungai kita menemukan ikan
yang dikenal oleh masyarakat sekitar sebagai ikan mungkus berukuran
kecil-kecil namun di tempat ini kita akan menemukan ikan mungkus yang
ukurannya jauh lebih besar begitu juga dengan sejenis ikan yang sering
di sebut Pelus. Bentuknya panjang dan licin seperti belut, namun dengan
ukuran yang jauh lebih besar. Benar - benar tempat yang indah dan
menyenangkan. Di sini kita bisa berkemah dan memancing ikan ikan dengan
tenang kemudian membakar ikan hasil pancingan itu sambil beramah tamah,
bersenda gurau dan menjalin keakraban dalam suasana yang sangat santai.
Benar - benar suatu suasana yang membuat hati semakin rindu bila
mengingatnya
KEDURANG SALAH SATU SENTRA PRODUKSI BERAS DI BENGKULU SELATAN
Kondisi alamnya yang merupakan perbukitan dan lembah serta air
sungainya yang mengalir cukup deras, membuat masyarakatnya memilih
bertanam padi di sawah di samping berkebun kopi. Kedurang merupakan
tempat yang terkenal dengan berasnya yang sangat enak dan pulen. Apalagi
bila beras itu berasal dari padi yang baru di panen. Wah... sungguh
nikmat, ditambah bila kita makannya di dangau yang berada di tengah
sawah sambil merasakan hembusan angin sepoi - sepoi basah, apapun jenis
lauknya... tentu akan terasa sangat nikmat. Hamparan padi yang mengunig,
membuat sejuk mata memandang dan menambah rasa rindu akan suasana bila
kita mengingatnya.
UPACARA TURUN KE AIR BAGI ANAK PEREMPUAN
Bagi anak perempuan yang akan beranjak dewasa, penduduk setempat
mengadakan suatu apacara turun ke air yang sering disebut dengan istilah
" Ngayik ka ". Pada upacara tersebut, anak yang baru beranjak dewasa
mengadakan ritual turun ke air sungai kedurang dengan di dampingi ibunya
dan satu dukun pelaksana upacara. Anak yang di upacara adatkan ini
biasanya berusia sekitar 6 tahun sampai dengan 12 tahun, tergantung
kemampuan orang tua yang melaksanakannya.Sambil berjalan menuju ke
sungai, biasanya sang anak ditemani dengan iringan lagu - lagu pujian
kepada Rasulullah SAW dan tabuhan alat musik rebana. Sungguh
suatu pemandangan dimana budaya lama penduduk setempat telah bercampur
dengan budaya Islam.
Setelah anak kembali dari sungai, biasanya sang dukun pendamping
mengadakan beberapa ritual, salah satu diantaranya adalah ritual anak
mengelilingi tunas kelapa sambil menari bersama dukun pendamping dengan
masih diiringi lagu - lagu Shalawat Nabi SAW dengan tabuhan alat musik
rebananya. Ritual adat seperti ini diadakan dengan maksud supaya sang
anak yang baru tumbuh dan kelak akan menjadi dewasa, tumbuh menjadi
orang yang berguna, seperti tunas kelapa yang kelak bila sudah tumbuh
menjadi pohon kelapa menjadi pohon yang mempunyai banyak manfaat dan
tiada yang tersia - sia.
Foto di atas adalah foto putri pertama Rahmanandhika Swadari waktu
berusia 6 tahun dengan memakai pakaian adat yang biasa di pakai oleh
anak - anak penduduk setempat ketika mengikuti upacara turun ke air.
TRADISI NAUK DAN NINGKUK PADA MASYARAKAT KEDURANG
Sebagaimana di tempat lainnya, Kedurang mempunyai cara tersendiri dalam
melaksanakan pesta pernikahan. Bila harinya telah tiba, biasanya warga
desa setempat membawa antaran makanan berupa piring-piring kecil yang
berisi nasi lengkap dengan lauk-pauk dan kue-kuenya yang di isikan dalam
satu nampan. Makanan yang tidak boleh di tinggalkan dalam adat ini
adalah wajik atau yang lebih di kenal oleh masyarakat setempat sebagai
buak dan pisang goreng atau di sebut juadah. Tradisi seperti ini oleh
masyarakat setempat disebut " Nauk " . Sehari sebelumnya para warga
masyarakat mendapat seiiris lemang sebagai pertanda bahwa sang empunya
hajat minta agar para masyarakat ikut "Nauk" pada acara tersebut. Malam
harinya bagi kaum muda - mudinya biasa di adakan acara yang di kenal
dengan acara "Ningkuk". Untuk kelancaran acara tersebut, biasanya warga
membentuk kepanitian kecil yang terdiri dari Dase, Kumite, Kerbai
beirus dan Anak Belai. Dase bertugas dan bertanggung jawab sepenuhnya
atas kelancaran pelaksanaan jamuan makan, juga sebagai pengkoordinir
kerja para pelaksana jamuan makanan. Kumite terdiri dari beberapa pemuda
yang bertugas membantu Dase demi kelancaran pelaksanaan jamuan makan.
Kerbai Beirus, sebagai mana istilah yang artinya adalah ibu-ibu yang
menyendok makanan dengan irus ( centong ), bertugas mengisi makanan
(gulai) yang akan disuguhkan bagi para tamu juga bertanggung jawab atas
persedian makanannya. Sedang Anak Belai biasanya terdiri dari para
menantu dan ipar laki-laki sang empunya hajat yang sering diberi tugas
memasak air dan membakar lemang. Lemang inilah yang nantinya akan dibawa
sebagai buah tangan dari para tamu. Kegiatan masak memasak biasanya
dibantu oleh para tetangga dan kerabat yang datang. Sungguh suatu budaya
gotong royong yang masih mengental pada masyarakat yang nampaknya kini
sudah mulai pudar bagi masyarakat perkotaan.
LISTRIK MASUK KEDURANG
Awal tahun 1996, listrik mulai masuk di tempat ini. Perubahan yang
besar dan cepat mulai terjadi. Di tambah lagi harga kopi yang mulai
melonjak, membuat warga masyarakat Kedurang yang sebagian masyarakatnya
berkebun kopi mendapat keuntungan yang berlipat. Seiring dengan masuknya
listrik, banyak juga para warga yang mulai menggunakan
fasilitas-fasilitas rumah tangga yang menggunakan listrik demi kemudahan
dalam melaksanakan kegiatan dan juga hiburan. Tak ketinggalan juga
kami, suami saya yang sudah lama tidak memegang komputer mulai
melengkapi rumah dengan komputer dan mulai memberikan kursus - kursus
bagi para murid yang berminat. Berawal dari DOS, WS dan LOTUS 123
kemudian dilanjutkan dengan WINDOWS' 95. Era komputer bagi masyarakat,
terutama bagi murid - murid SMA di Kedurang mulai terbuka. Para murid
dari orang tua yang mampupun mulai mengerti tentang komputer yang
menjadi bekal ketika mereka duduk di bangku kuliah. Disamping itu
kegiatan administrasi SD dan juga SMP di Kedurangpun mulai menggunakan
jasa kami dan tentu saja ini membuka pembaharuan bagi sistim
administrasi sekolah di wilayah Kedurang dan tentu saja menambah
pemasukan keuangan bagi rumah tangga kami. Di tengah era inilah anak ke
dua dan ke tiga kami dilahirkan.
GEMPA TAHUN 2000
Gempa tahun 2000 merupakan salah satu kenangan yang tak terlupakan.
Gempa yang terjadi pada tengah malam ini membuat kaget seluruh
masyarakat propinsi Bengkulu tidak terkecuali yang berada di Kedurang.
Gempa tahun ini cukup dahsyat dan banyak menelan korban jiwa. Kerusakan
parah terjadi di mana - mana, terutama yang rumahnya terletak di
sepanjang pesisir pantai. Rumah - rumah yang baru banyak di bangun dari
hasil keuntungan penjualan kopi karena harga yang melonjakpun ikut rata
dengan tanah, membuat miris hati kita yang melihatnya. Suami saya yang
waktu itu baru asik menyelesaikan tugas administrasi sekolah dengan
komputerpun kaget dan langsung membangunkan kami yang telah tertidur
pulas. Sungguh suatu hal yang terkadang lucu bila di ingat sekarang ini
karena di tengah kondisi baru terjaga dari tidur dan belum sepenuhnya
sadar harus segera berlari ke luar rumah dan menyelamatkan diri agar
tidak tertimpa reruntuhan bangunan. Cukup lama juga saya, putri pertama
dan putri bungsu saya yang waktu itu masih bayi tertahan di depan pintu
karena gugup dan sulit untuk membukanya. Melihat hal ini, suami dan
putra ke dua saya yang lebih dulu bersembunyi di bawah meja makan
akhirnya keluar dan segera membantu membuka pintu. Akhirnya kami bisa
selamat tiba di halaman luar menghindar dari kemungkinan tertimpa
reruntuhan. Saat itulah saya benar - benar merasa betapa besarnya
kekuasaan Allah SWT, yang apabila dia berkehendak dengan sekejap saja
apa yang kita miliki akan hancur dan musnah bahkan mungkin tanpa sisa.
Untunglah rumah yang kami tinggali tidak rusak dan memang untuk daerah
Kedurang pada umumnya tidak terjadi kerusakan yang berarti karena
letaknya yang agak jauh dari pantai dan merupakan daerah perbukitan.
0 komentar:
Posting Komentar