Bahasa yang dipakai oleh sebagian masyarakat Kabupaten Bengkulu Selatan, Propinsi Bengkulu.
Kabupaten Bengkulu Selatan terdiri, dari 7 daerah kecamatan, yaitu :
1. Kecamatan Seluma Bahasa Serawai adalah
2. Kecamatan Talo
3. Kecamatan Pino
4. Kecamatan Manna
5. Kecamatan Kaur Utara
6. Kecamatan Kaur tengah
7. Kecamatan Keur Selatan.
Bahasa Serawai dipakai dalam empat daerah kecamatan yaitu :
1. Kecamatan Seluma
2. Kecamatan Talo
3. Kecamatan Pino
4. Kecamatan Manna.
Keempat daerah kecamatan tersebut terdiri dari 16 marga, yaitu :
1. Marga Andelas
2. Marga Air Perikan
3. Marga Ngalam
4. Marga Seluma
5. Marga Ulu Talo
6. Marga Ilir Talo
7. Marga Semindang Alas
8. Marga Ulu Manna Ulu
9. Marga Ulu Manna Ilir
10. Marga Tanjung Raya
11. Marga Anak Gumay
12. Marga Pasar Manna
13. Marga Tujuh Pancuran
14. Marga Anak Lubuk Sirih
15. Marga Anak Dusun Tinggi
16. Marga Kedurang
Dari ke-16 marga tersebut yang tidak memakai bahasa Serawai yaitu Marga Kedurang. Bahasa yang dipakai ialah bahasa Pasemah.
Dalam
bahasa Serawai ada dua macam dialek, yaitu dialek “o” dan dialek au.
Yang dikmaksud dengan dialek “o” ialah kata-kata yang pada umumnya
berakhiran dengan “o” seperti ke mano “kemana’, Tuapo “apa”, dan sapo
“siapa”. Dialek “o” ini dipakai dalam wilayah Kecamatan Seluma dan
Kecamatan Talo.
Selanjutnya,
yang dimaksud dengan dialek “au” ialah kata-kata yang pada umumnya
berakhiran “au”, seperti ke manau “ke mana”, tuapau “apa”, dan sapau
“siapa”. Dialek au ini dipakai dalam wilayah Kecamatan Pino dan
Kecamatan Manna.
Bahasa
Serawai “o”, yaitu mulai dari Marga Andelas (Kecamatan Seluma) sampai
ke Marga semindang Alas (Kecamatan Talo). Jadi, secara administratif,
bahasa Serawai yang diteliti ini mulai dari dusun Pekan Sabtu (Marga
Andelas), kira-kira 13 km dari kota Bengkulu kearah Selatan sampai ke Dusun Pekan Markas (Marga Semindang Alas), kira-kira 119 km dari kota
Bengkulu. Di dusun pekan Maras, yang merupakan perbatasan bahasa
Serawai berdialek “o” dan au, sudah ada percampuran dialek “o” dan “au”.
Sebagian penduduk memakai dialek “o” dan sebagian lagi memekai dialek
“au”.
1.2. Peranan dan Kependudukan
Pada umumnya bahasa Serawai dipakai antara keluarga Di dusun-dusun yang jauh dari kota besar, bahasa Serawai kadang-kadang dipakai juga dalam suasana dengan depati, pasirah, atau camat.
Di
Dusun, Marga, Kecamatan yang jauh dari kota Bengkulu, orang Serawai
memakai bahasa Serawai bila berbicara dengan orang yang baru dikenal.
(misalnya Dusun Babatan, Marga Andelas) orang Serawai kadang-kadang
memakai bahasa Melayu Bengkulu/ Indonesia
bila berbicara dengan orang yang baru dikenal itu ternyata orang
Serawai atau orang yang dapat berbicara dalam bahasa Serawai, barulah
mereka memakai bahasa Serawai sebagai alat komunikasi.
Di
Sekolah Dasar (SD) di dusun, ibu kota marga, kecamatan dan Kabupaten,
bahasa Serawai digunakan sebagai bahasa pengantar di samping bahasa
Indonesi. Di sekolah-sekolah lanjutan, bahasa Serawai tidak lagi dipakai
sebagai bahasa pengantar.
1.3. Tradisi Sastra
Dalam masyarakat bahasa Serawai terdapat sastra lisan yang digolongkan atas dua golongan, yaitu prosa dan puisi. Yang
digolongkan ke dalam prosa antara lain nandai, dan dongeng-dongeng.
Nandai dalam bahasa Serawai ada dua macam Pengertiannya. Petama, dalam
pengertian cerita rakyat biasa, misalnya nandai “Harimau Bersahabat
dengan Kancil” dan nandai “Kura-kura Bersahabat dengan Beruk”. Nandai
jenis ini ditubjukkan kepada anak-anak sebagai penghibur agar ia lekas
tertidur. Kedua, nandai dalam pengertian cerita yang berisi unsur
sejarah, misalnya nandai yang berisi sejarah peperangan Bengkulu dengan
Aceh. Nandai jenis ini dituturkan oleh seseorang yang ahli dan ditujukan
kepada orang-orang dewasa, sebagai pelipulara, misalnya jika ada
anggota keluarga yang meninggal dunia. Oleh karena nandai jenis kedua
ini berisi unsur sejarah, biasanya ia diturkan dalam waktu berjam-jam,
kadang-kadang sampai semalam suntuk. Dongeng-dongeng yang dapat
digolongkan kedalam bentuk sastra misalnya ialah dongeng-dongeng tentang
keajaiban sesuatu tempat. Selanjutnya, yang tergolong kedalam bentuk
puisi antara lain pantun, rejung, dundai, taliban, jampi, ucap, dan
dendang.
Sebagian
besar dari jenis sastra lisan diatas hampir lenyap dari pemakaiannya.
Hal ini disebabkan oleh keengganan anak-anak muda mempelajarinya dengan
berbagai alasan. Disamping itu, pengaruh agama Islam terhadap jampi dan
ucap, menyababkan pula jenis-jenis sastra lisan tersebut lenyap dari
pemakaiannya.
Ada
sejenis sastra lisan dalam bentu puisi yang menarik untuk dikemukakan
disini, yaitu rejang/seramba. Rejang/seramba ini terdapat di Dusun
Babatan Marga Andelas. Bahasa yang dipakai dalam rejang/serambai ini
bukan bahasa Serawai seperti yang mereka pakai sehari-hari, melaikan,
menurut pengakuan penduduk, bahasa Lembak, yaitu bahasa yang dipakai
oleh penduduk di daerah Bengkulu Utara.
0 komentar:
Posting Komentar