Patma raksasa (Rafflesia arnoldii) merupakan tumbuhan parasit obligat yang terkenal karena memiliki bunga berukuran sangat besar, bahkan merupakan bunga terbesar di dunia. Ia tumbuh di jaringan tumbuhan merambat (liana) Tetrastigma dan tidak memiliki daun sehingga tidak mampu berfotosintesis. Tumbuhan ini endemik di Pulau Sumatera, terutama bagian selatan (Bengkulu, Jambi, dan Sumatera Selatan). Taman Nasional Kerinci-Seblat merupakan daerah konservasi utama spesies ini. Jenis ini, bersama-sama dengan anggota genus Rafflesia yang lainnya, terancam statusnya akibat penggundulan hutan yang dahsyat. Di Pulau Jawa tumbuh hanya satu jenis patma parasit, Rafflesia patma.
Bunga
merupakan parasit tidak berakar, tidak berdaun, dan tidak bertangkai.
Diameter bunga ketika sedang mekar bisa mencapai 1 meter dengan berat
sekitar 11 kilogram. Bunga menghisap unsur anorganik dan organik dari tanaman inang
Tetrasigma. Satu-satunya bagian yang bisa disebut sebagai "tanaman"
adalah jaringan yang tumbuh di tumbuhan merambat Tetrastigma. Bunga
mempunyai lima daun mahkota yang mengelilingi bagian yang terlihat
seperti mulut gentong. Di dasar bunga terdapat bagian seperti piringan
berduri, berisi benang sari atau putik bergantung pada jenis kelamin bunga, jantan atau betina. Hewan penyerbuk adalah lalat
yang tertarik dengan bau busuk yang dikeluarkan bunga. Bunga hanya
berumur sekitar satu minggu (5-7 hari) dan setelah itu layu dan mati.
Presentase pembuahan sangat kecil, karena bunga jantan dan bunga betina
sangat jarang bisa mekar bersamaan dalam satu minggu, itu pun kalau ada
lalat yang datang membuahi.
Bunga Rafflesia arnoldi atau patma raksasa, sering dikacaukan dengan bunga bangkai karena memang sama-sama mengeluarkan bau busuk.
Rafflesia yang banyak dikenal masyarakat adalah jenis rafflesia
arnoldii. Jenis ini hanya tumbuh di hutan sumatera bagian selatan,
terutama Bengkulu. Satu tempat yang paling bagus dan mudah untuk
menemukan bunga rafflesia arnoldii ini adalah di hutan sepanjang jalan
Bengkulu-Curup setelah Kepahyang. Di Bengkulu sendiri, bunga rafflesia
telah dijadikan sebagai motif utama batik besurek (batik khas Bengkulu) sejak lama.
Ciri utama yang membedakan rafflesia dengan bunga bangkai secara awam adalah
bentuknya yang melebar (bukan tinggi) dan berwarna merah. Ketika mekar,
bunga ini bisa mencapai diameter sekitar 1 meter dan tinggi 50 cm.
Bunga rafflesia tidak memiliki akar, tangkai, maupun daun. Bunganya
memiliki 5 mahkota. Di dasar bunga yang berbentuk gentong terdapat bunga
sari atau putik, tergantung jenis kelamin bunga. keberadaan putik dan
benang sari yang tidak dalam satu rumah membuat presentase pembuahan
yang dibantu oleh serangga lalat sangat kecil, karena belum tentu dua
bunga berbeda kelamin tumbuh dalam waktu bersamaan di tempat yang
berdekatan. Masa pertumbuhan bunga ini memakan waktu sampai 9 bulan,
tetapi masa mekarnya hanya 5-7 hari. Setelah itu rafflesia akan layu dan mati.
Rafflesia merupakan tumbuhan
parasit obligat pada tumbuhan merambat (liana) tetrasigma dan tinggal
di dalam akar tersebut seperti tali. Sampai saat ini Rafflesia tidak
pernah berhasil dikembangbiakkan di luar habitat aslinya dan apabila
akar atau pohon inangnya mati, Raflesia akan ikut mati. Oleh karena itu
Raflesia membutuhkan habitat hutan primer untuk dapat bertahan hidup.
Sedikit
informasi, selama 200an tahun tumbuh-tumbuhan dari genus Rafflesiaceae
sulit diklasifikasikan karena karakteristik tubuh yang tidak umum.
Berdasarkan penelitian DNA oleh para ahli botani di Universitas Harvard
baru-baru ini, rafflesia dimasukkan ke dalam family Euphorbiaceae, satu
keluarga dengan pohon karet dan singkong. Tapi hal ini masih belum terpublikasi dengan baik.
0 komentar:
Posting Komentar